BORONG, TRIBUNGARDAIKN.COM– Puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Petani Nelayan Mahasiswa Menggugat melakukan aksi demonstrasi di Kantor Camat Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur, Rabu (24/9/2025). Mereka menuntut pemerintah daerah mempermudah proses rekomendasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang menjadi kebutuhan vital bagi nelayan dan petani kecil.
Kebijakan baru pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian dan Dinas Kelautan yang mewajibkan pengurusan rekomendasi di tingkat kabupaten sejak awal September, memunculkan keresahan di kalangan masyarakat. Proses yang sebelumnya mudah diurus di desa atau kelurahan, kini menjadi lebih jauh dan rumit.
Aliansi menyampaikan dua poin utama dalam tuntutannya: pertama, mengembalikan kewenangan rekomendasi ke desa dan kelurahan untuk mendekatkan pelayanan dengan masyarakat kecil; kedua, meminta pihak SPBU Pota tetap melayani pembelian BBM dengan wadah jerigen untuk kebutuhan pertanian dan nelayan.
Aksi massa diterima langsung oleh Sekretaris Kecamatan Sambi Rampas, Theodorus. Ia menjelaskan bahwa setelah dilakukan koordinasi dengan Camat Sambi Rampas, pemerintah daerah telah menetapkan kebijakan baru sebagai respon atas keresahan masyarakat.
“Setelah berkoordinasi dengan Bapak Camat Sambi Rampas yang kebetulan sedang berada di Borong, kami sampaikan bahwa kebijakan Pemda Manggarai Timur terbaru untuk petani bisa mengambil rekomendasi dan barcode di Kantor BPP Kecamatan Sambi Rampas,” ujar Theodorus.
Menurutnya, langkah itu diambil untuk memangkas jarak tempuh masyarakat.
“Dengan begitu, masyarakat petani tidak perlu lagi ke Borong. Cukup di BPP Kecamatan Sambi Rampas. Ini bentuk komitmen pemerintah daerah untuk mendengarkan dan menjawab aspirasi,” tambahnya.
Theodorus juga menegaskan bahwa Pemda Matim tetap berkomitmen memperhatikan kebutuhan masyarakat kecil. Ia menilai aturan baru ini akan lebih efektif, meski membutuhkan penyesuaian di lapangan.
“Kami berharap masyarakat bisa memahami proses transisi aturan ini. Kalau ada kendala teknis, mari komunikasikan. Pemerintah tentu tidak ingin menyulitkan masyarakat, apalagi petani dan nelayan yang jadi tulang punggung ekonomi lokal,” jelasnya.
Ia mengimbau agar dialog tetap diutamakan daripada aksi yang berpotensi mengganggu keamanan.
“Aspirasi sudah kami terima, solusi sementara juga sudah disampaikan. Mari kita kawal bersama agar berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan kesalahpahaman,” pungkas Theodorus.
Setelah mendengarkan penjelasan pemerintah kecamatan, massa aksi melanjutkan pergerakan ke SPBU Pota. Mereka menyoroti pelayanan yang dianggap diskriminatif, terutama penolakan pembelian BBM dengan jeriken yang biasa dipakai nelayan dan petani untuk menyiram jagung maupun melaut.
Bagi mereka, BBM bersubsidi merupakan urat nadi kehidupan. Tanpa akses mudah, produktivitas pertanian dan nelayan bisa lumpuh.
Menanggapi keresahan itu, Johan, perwakilan pengelola SPBU Pota, langsung menemui massa di halaman SPBU. Ia menegaskan bahwa pihaknya selalu melayani masyarakat sesuai aturan yang berlaku.
“Kami sudah melayani masyarakat sesuai aturan. Semua dilakukan berdasarkan standar operasional prosedur. Tidak ada diskriminasi,” ujar Johan.
Namun ia mengakui bahwa ada keterbatasan aturan terkait pembelian BBM menggunakan jeriken. Hal itu bukan keputusan sepihak SPBU, melainkan regulasi yang dikeluarkan Pertamina.
“Terkait desakan nelayan kecil untuk pembelian dengan kapasitas lima liter, kami akan koordinasi dengan Pertamina Reo. Besok akan kami informasikan hasilnya,” jelas Johan.
Ia menambahkan, SPBU Pota selalu berusaha adil dalam melayani.
“Kami tidak pernah berniat mempersulit. Justru kami ingin memastikan distribusi BBM tetap tepat sasaran. Jadi mohon masyarakat bersabar sambil kami mencari solusi terbaik bersama Pertamina,” katanya.