SAMARINDA, TRIBUNGARDAIKN.COM–Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Timur mengeluarkan surat edaran yang menuai sorotan. Surat tertanggal 29 Agustus 2025 dengan nomor 800.1.3.3/21751/Disdikbud.XI/2025 itu berisi himbauan kepada sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Samarinda untuk mencegah siswanya ikut serta dalam aksi konsolidasi akbar dan unjuk rasa di Gedung DPRD Kaltim pada Senin, 1 September 2025.
Dalam surat yang dialamatkan kepada Ketua MKKS SMA dan SMK serta seluruh kepala sekolah di Samarinda itu, Disdikbud menegaskan agar pihak sekolah menjaga kondusivitas peserta didik. “Terutama mencegah keterlibatan peserta didik dalam aksi tersebut. Dikarenakan dilaksanakan pada jam efektif kegiatan belajar mengajar,” tulis surat tersebut.
Alasan yang dikedepankan adalah keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. Namun, nada himbauan itu menimbulkan tafsir lain: pemerintah seolah ingin memastikan tidak ada suara tambahan yang menguatkan gelombang protes masyarakat. Dengan membidik sekolah dan siswa, edaran ini dipandang sebagai bentuk pengendalian ruang demokrasi sejak dini.
Sejumlah pemerhati pendidikan dan aktivis menilai kebijakan ini berlebihan. Bagi mereka, sekolah memang wajib menjaga kedisiplinan siswa, tetapi menjadikan surat resmi sebagai penghalang keterlibatan pelajar dalam dinamika sosial-politik justru mencerminkan ketakutan pemerintah terhadap ekspresi rakyat. Terlebih, unjuk rasa yang akan digelar di DPRD Kaltim disebut melibatkan berbagai elemen masyarakat sipil yang sedang menuntut keadilan.
Meski surat itu tidak mencantumkan sanksi, posisi pemerintah jelas terbaca: membentengi aksi dengan dalih menjaga jam sekolah. Padahal, sejarah gerakan sosial di Indonesia menunjukkan pelajar dan mahasiswa selalu menjadi bagian penting dalam perubahan. Larangan halus seperti ini dikhawatirkan mematikan daya kritis generasi muda.
Kini publik menunggu, apakah sekolah benar-benar akan menutup rapat ruang partisipasi siswanya atau justru mengizinkan mereka belajar tentang demokrasi di jalanan. Yang jelas, surat edaran Disdikbud Kaltim ini sudah menambah daftar panjang praktik pembungkaman suara rakyat dengan cara yang lebih halus, tapi tetap terasa keras.