Tribun Garda IKM.com, Sendawar – Suasana hangat menyelimuti Balai Pertemuan Umum (BPU) Kampung Muara Kalaq, Kecamatan Mook Manaar Bulatn, Selasa (19/8/2025). Puluhan warga berkumpul menyaksikan pelantikan Kepala Adat baru, yang diyakini akan membawa warna segar bagi kehidupan adat di kampung tersebut.
Pelantikan ini bukan sekadar seremoni. Presidium Dewan Adat (PDA) Kabupaten Kutai Barat (Kubar) menjadikannya momentum untuk mengingatkan kembali arti penting lembaga adat sebagai benteng budaya.
Ketua PDA Kubar, Yurang, melalui sambutan yang dibacakan Kabid Rayukng Manaq, L. Markos, menegaskan bahwa lembaga adat tidak boleh dipandang sebelah mata.
“Lembaga adat hendaknya menjadi rumah bersama kita, tempat nilai budaya dan hukum adat dijalankan. Tanpa lembaga adat, identitas masyarakat akan mudah terkikis,” tegas Markos.
Ia menambahkan, peran lembaga adat tidak hanya sebatas menyelesaikan sengketa atau persoalan antarwarga, melainkan harus tampil sebagai garda terdepan menjaga marwah budaya, memperkuat persatuan, dan memberi teladan dalam kehidupan bermasyarakat.
“Adat tidak boleh berdiri sendiri. Justru harus bersinergi dengan pemerintah dalam pembangunan, pelestarian budaya, dan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Jelami resmi dikukuhkan sebagai Kepala Adat Kampung Muara Kalaq. Ia akan dibantu oleh jajaran staf, yakni Ardiansyah, Pernadus Sabar, Arsinah Siben, dan Milen.
Prosesi pelantikan berlangsung khidmat. Usai pembacaan sumpah jabatan, pengurus adat menerima simbol adat berupa kain tenun dan mandau. Doa adat dipanjatkan oleh sesepuh kampung, menegaskan bahwa jabatan ini bukan sekadar amanah, tetapi juga tanggung jawab moral menjaga warisan leluhur.
Markos berpesan agar pengurus adat baru menjalankan amanah dengan penuh kesadaran, menjaga marwah adat, memperkuat persatuan, dan selalu hadir mendampingi masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya sikap terbuka dan inklusif.
“Dengarkan suara masyarakat, rangkul semua pihak tanpa diskriminasi. Hanya dengan begitu, lembaga adat bisa menjadi perekat persatuan dan benteng budaya kita,” jelasnya.
Menurutnya, tantangan terbesar masyarakat Kutai Barat saat ini adalah derasnya arus modernisasi yang berpotensi mengikis identitas budaya lokal. Lembaga adat harus hadir sebagai penyeimbang.
“Kalau adat hilang, kita kehilangan jati diri. Tapi kalau adat kita jaga, itu menjadi benteng bagi kita semua menghadapi perubahan zaman,” ungkapnya.
Pelantikan ini disambut hangat oleh masyarakat. Bagi warga yang hadir, acara tersebut menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali betapa vitalnya peran lembaga adat. Di tengah gempuran budaya luar, pesan yang disampaikan PDA dianggap sangat tepat: adat harus dijaga sekaligus diberdayakan agar sejalan dengan pembangunan.
Acara pun ditutup dengan doa adat dan semangat gotong royong masyarakat. Harapan besar mengiringi perjalanan kepemimpinan adat yang baru: menjaga tradisi, memperkuat persatuan, dan memastikan pembangunan tidak pernah lepas dari akar budaya.
“Dengan menjaga adat, kita menjaga jati diri kita sendiri. Dan dengan menjalin kerja sama dengan pemerintah, kita memastikan pembangunan berjalan selaras dengan nilai-nilai budaya kita,” pungkas Markos.
Penulis: Johansyah.