Internet Nyaris Mati, Warga Belu Minta Pemerintah Bangun Tower Jaringan

BELU, Tribungardaikn.com – Puluhan tahun Indonesia merdeka, namun warga di Desa Mandeu Raimanus, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih hidup dalam keterbatasan akses internet. Kondisi ini membuat mereka merasa terisolasi di tengah gencarnya program digitalisasi nasional.

Masalah lemahnya jaringan internet ini tidak hanya dialami warga Desa Mandeu Raimanus, tetapi juga dirasakan di desa-desa tetangga seperti Faturika dan Renrua. Hampir semua sudut wilayah Kecamatan Raimanuk menghadapi situasi yang sama.

Bacaan Lainnya

“Di sini akses internet memang parah, kakak. Jadi harapan saya sebagai masyarakat Desa Mandeu Raimanus agar pemerintah Kabupaten Belu bisa memperhatikan. Kasihan kami, akses internet setengah mati,” keluh Fridus Nahak, tokoh pemuda setempat, Senin (8/9/2025).

Kondisi jaringan yang buruk ini berdampak luas ke pelayanan publik. Berbagai fasilitas umum seperti Kantor Camat Raimanuk, Gereja, Puskesmas Webora, Balai Penyuluhan KB, serta sekolah-sekolah SD, SMP, hingga SMA ikut terdampak.

“Sekarang sekolah dituntut ujian pakai perangkat elektronik seperti HP Android, Chromebook, dan laptop. Kalau jaringan masih begini, bagaimana anak-anak bangsa bisa ikut ujian dengan baik?” ungkap Fridus.

Ia menilai, lemahnya akses internet bukan sekadar kendala teknis, melainkan hambatan besar bagi peningkatan kualitas pendidikan di wilayah tersebut. Padahal, pemerintah pusat sudah lama menggaungkan digitalisasi pendidikan.

Masyarakat Mandeu Raimanus dan desa-desa sekitar berharap pemerintah daerah, baik Kabupaten Belu maupun Provinsi NTT, segera mengambil langkah konkret. Mereka menilai, kebutuhan akses internet bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan hak dasar masyarakat di era digital.

“Harapan kami besar sekali. Kalau bisa pemerintah bangun tower jaringan, supaya akses internet di wilayah ini bisa lancar,” tambah Fridus.

Menurutnya, keberadaan tower sangat dibutuhkan agar sinyal dapat menjangkau desa-desa yang selama ini masih ‘blank spot’. Tanpa itu, pelayanan publik dan kegiatan masyarakat akan terus tertinggal dibanding wilayah lain.

Warga menyebut situasi ini membuat mereka seolah hidup di dua dunia. Di satu sisi, perkembangan teknologi di kota-kota besar begitu cepat, sementara di desa mereka, sekadar membuka pesan singkat pun sulit.

“Kami ini seperti terisolasi di zaman digital. Ketinggalan jauh dari daerah lain,” kata Fridus.

Keluhan soal jaringan internet ini sebenarnya sudah lama disampaikan masyarakat, baik melalui musyawarah desa maupun dalam forum reses anggota DPRD. Namun, hingga kini, belum ada solusi nyata.

Masyarakat mendesak agar pemerintah daerah tidak hanya berhenti pada janji, melainkan segera menindaklanjuti keluhan mereka dengan langkah nyata. Menurut warga, kerja sama dengan operator telekomunikasi atau pembangunan infrastruktur jaringan baru sudah sangat mendesak.

“Kami minta perhatian serius, jangan hanya janji. Ini kebutuhan mendesak, bukan sekadar keinginan. Anak-anak sekolah butuh internet untuk belajar, Puskesmas butuh internet untuk layanan kesehatan, semua pelayanan publik sekarang butuh jaringan,” tegas Fridus.

Ia berharap, keluhan ini tidak lagi diabaikan. Warga Raimanuk ingin merasakan manfaat pembangunan yang merata, termasuk dalam hal teknologi informasi dan komunikasi.

Lebih jauh, warga khawatir keterlambatan penanganan masalah ini akan berdampak jangka panjang pada masa depan generasi muda. Minimnya akses internet membuat anak-anak di wilayah tersebut tidak bisa bersaing secara setara dengan anak-anak di daerah lain.

“Kami tidak mau anak-anak di sini terus tertinggal hanya karena tidak ada jaringan internet. Mereka juga berhak punya masa depan yang sama dengan anak-anak di kota,” pungkas Fridus.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *