KUTAI BARAT, TRIBUNGARDAIKN.COM– Gelombang mogok mengajar ratusan guru di Kabupaten Kutai Barat (Kubar) terus menguat. Namun di balik konsolidasi aksi, muncul keluhan adanya tekanan terhadap kepala sekolah di sejumlah satuan pendidikan besar, bahkan disebut melibatkan aparat kepolisian.
Seorang guru internal SDN 001 Busur, yang enggan disebutkan namanya, mengaku prihatin dengan situasi ini. Ia menyebut kepala sekolah diintimidasi agar menurunkan spanduk yang dipasang guru sebagai tanda protes.
“Mas, tolong kepala sekolah kami tuh mereka diancam juga kayaknya suruh nurunkan sepanduk kami kalau kami mau nggak kerja. Karena mereka memang ngincar supaya sekolah-sekolah besar ini goyah. Kalau besar runtuh, yang kecil-kecil bisa goyah juga,” ujarnya, Kamis (18/9/2025).
Guru tersebut menjelaskan, sekolah yang disorot dalam tekanan adalah SDN 001 Busur dan SMPN 1 Simpang Raya. Keduanya disebut memiliki jumlah murid di atas seribu, termasuk anak-anak pejabat daerah.
“Karena itu sekolah besar, sorotan. Mereka memang sengaja mau menggagalkan aksi sampai tuntutan kami dikabulkan,” tambahnya.
Ia mengaku khawatir intimidasi terhadap kepala sekolah akan berdampak pada keberanian guru melanjutkan aksi. Namun ia menegaskan mogok adalah hak individual.
“Kami ini memang nggak ngerti hukum, tapi advokat yang kami gandeng bilang, mogok kerja itu hak setiap orang. Mau atau tidak kerja itu hak. Nggak bisa dilarang-larang,” ucapnya.
Guru itu menekankan bahwa mogok kerja tidak melanggar hukum. Baginya, aksi ini adalah pilihan terakhir setelah sekian lama menunggu keadilan dalam pembagian tunjangan penghasilan pegawai (TPP).
“Kami guru-guru nggak punya apa-apa. Kami nggak punya kekuatan. Tapi kami mau melawan ketidakadilan. Kami sudah terlalu lama ditindas,” katanya.
Ia juga menilai pemerintah akan menggunakan segala cara untuk menghentikan gerakan.
“Pasti semua yang nggak senang akan melakukan segala cara supaya aksi kami gagal. Padahal nggak seberapa yang kami tuntut. Sementara yang di struktural menikmati terlalu banyak. Kami yang menderita,” sambungnya.
Pernyataan guru SD Busur itu menyebut adanya dugaan tekanan aparat kepolisian kepada kepala sekolah.
“Ini jelas ada tekanan. Kepala sekolah kami ketakutan. Aparat juga disebut ikut menekan,” katanya.
Meski begitu, hingga berita ini diturunkan belum ada klarifikasi resmi dari aparat kepolisian maupun pemerintah daerah terkait tudingan intimidasi tersebut.
Sejak Kamis (18/9/2025), tercatat lebih dari 156 sekolah di Kutai Barat menghentikan aktivitas belajar mengajar. Gelombang mogok ini digerakkan oleh guru-guru yang menilai pembagian TPP tidak adil. Mereka menuntut adanya revisi agar tunjangan fungsional guru sebanding dengan pejabat struktural.
Para guru menyatakan aksi akan berlanjut hingga tuntutan dipenuhi. Mereka menilai tekanan dan ancaman justru memperkuat tekad melawan ketidakadilan.
“Ini hak kami. Kami tidak melawan hukum. Yang kami lawan adalah ketidakadilan,” pungkas guru SD Busur itu.