KUPANG, TRIBUNGARDAIKN.COM– Rapat Paripurna ke-42 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025 DPRD Provinsi NTT kembali membuka mata publik soal carut-marut pengelolaan keuangan daerah. Senin (8/9/2025), di ruang sidang utama DPRD NTT, Badan Anggaran (Banggar) menyodorkan laporan terkait Raperda Perubahan APBD 2025. Angka-angka yang dibacakan jelas menunjukkan tren mengkhawatirkan: pendapatan daerah justru turun, sementara belanja malah naik.
Ketua DPRD NTT, Emelia Julia Nomleni, yang memimpin jalannya sidang didampingi dua wakilnya, Petrus Brechmans Robby Tulus dan Kristien Samiyati Pati, tak bisa menutupi nada tegas ketika memberi pengantar. Ia menekankan, setiap perubahan anggaran wajib menitikberatkan pada efisiensi dan prioritas. Namun, fakta dalam laporan Banggar justru menunjukkan arah sebaliknya.
Dari paparan Ketua Banggar, Luisa Lana, terungkap pendapatan daerah anjlok dari Rp5,21 triliun menjadi Rp5,08 triliun. Sebaliknya, belanja daerah membengkak dari Rp5,05 triliun menjadi Rp5,18 triliun. Kombinasi ini otomatis memicu defisit sebesar Rp99,34 miliar. Celakanya, lubang ini hanya bisa ditambal dengan memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2024 sebesar Rp262,8 miliar.
“Kalau pola begini terus, kita hanya menambal lubang dengan SILPA, bukan membangun pondasi keuangan yang sehat,” tegas Luisa di hadapan forum.
Banggar memang melayangkan sejumlah rekomendasi, mulai dari optimalisasi PAD lewat digitalisasi pajak dan retribusi, pembenahan BUMD yang kinerjanya jauh dari harapan, hingga perbaikan tata kelola aset daerah. Namun, rekomendasi ini bukan kali pertama dilontarkan. Hampir tiap tahun, saran yang sama digelontorkan, sementara pelaksanaan di lapangan jalan di tempat.
Lebih jauh, Luisa juga menyoroti percepatan belanja modal yang kerap terhambat, padahal menyangkut infrastruktur dasar rakyat. Persiapan event internasional Tour de EnTeTe pun disebut masih setengah hati, berpotensi mengulang catatan buruk daerah yang gemar menggelar acara seremonial tanpa dampak signifikan bagi ekonomi masyarakat. Program NTT Mart dan One Village One Product (OVOP) juga masuk daftar evaluasi, mengingat realisasinya kerap jauh dari target.
Tak kalah penting, DPRD mendesak pemerintah daerah segera menyiapkan strategi menuju Pekan Olahraga Nasional (PON) XXII Tahun 2028. Menurut Luisa, tanpa perencanaan matang melalui Perda Dana Cadangan serta koordinasi lintas sektor, NTT hanya akan menjadi tuan rumah tanpa kehormatan.
“Yang kita butuhkan bukan hanya anggaran yang besar, tapi keberanian untuk mengubah cara kerja. Tanpa itu, perubahan APBD hanya jadi formalitas, sementara rakyat tetap menanggung akibat dari lemahnya tata kelola,” tandas Luisa.