MAKASSAR, TRIBUNGARDAIKN.COM–Aliansi Kesatuan Rakyat Menggugat (KERAMAT) Makassar kembali turun ke jalan menyuarakan sikap politik terkait kondisi nasional yang dinilai semakin tidak terkendali. Aksi jilid kelima ini digelar di pertigaan Jalan Alauddin-Pettarani, Kota Makassar, Senin (1/9/2025), dengan melibatkan sejumlah organisasi seperti Gerakan Rakyat Demokratik (GRD), Serikat Perjuangan Mahasiswa dan Pemuda (SPMP), DPC GMNI Makassar, serta PMKRI Gowa.
Ratusan massa membawa spanduk, poster, dan melakukan orasi bergantian. Tuntutan utama mereka diarahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang dinilai bertanggung jawab atas eskalasi konflik dan kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah.
Jenderal Lapangan aksi, Bung Leksan, yang juga menjabat Sekretaris Umum DPC GMNI Makassar, menegaskan bahwa gejolak yang melanda Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keputusan politik DPR dan tindakan represif aparat kepolisian.
“Situasi yang sedang kacau, dengan aksi besar-besaran, pembakaran gedung pemerintahan, hingga penjarahan di berbagai kota, tidak bisa dipisahkan dari tanggung jawab DPR dan Kapolri. DPR telah menyulut api amarah rakyat, dan diperparah oleh aparat yang justru menyebabkan korban jiwa,” kata Leksan dalam orasinya.
Menurut Leksan, salah satu pemicu meluasnya protes adalah insiden tewasnya seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan. Korban disebut meninggal dunia setelah tubuhnya terlindas kendaraan taktis Brimob saat terjadi kericuhan di salah satu titik aksi.
“Peristiwa tragis itu menambah luka rakyat. Aparat yang seharusnya melindungi justru merenggut nyawa warga. Kejadian itu memperburuk kondisi yang sudah tegang akibat keputusan DPR sebelumnya,” ujarnya.
Ia menilai permintaan maaf Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada keluarga korban tidak menyentuh akar persoalan.
“Kedatangan Kapolri ke keluarga korban dengan meminta maaf hanya sebagai obat penenang. Permintaan maaf tanpa memperbaiki sistem tidak akan mengubah apapun,” kata Leksan menambahkan.
Aliansi KERAMAT mendesak Presiden untuk segera mencopot Kapolri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kondisi nasional yang kian memburuk. Alternatif lain, menurut Leksan, adalah Kapolri mengambil sikap mundur secara sukarela.
“Salah satu cara menghentikan kekacauan ini adalah dengan Presiden mencopot Kapolri. Jika tidak, Kapolri Listyo Sigit Prabowo harus mundur sendiri sebagai tanggung jawab moral,” tegasnya.
Ia menambahkan, tuntutan itu bukan semata didorong oleh satu insiden, tetapi akumulasi kekecewaan publik terhadap kebijakan politik DPR yang memicu keresahan, serta cara aparat keamanan menangani aksi rakyat.
Kerusuhan yang terjadi di sejumlah daerah dalam beberapa pekan terakhir, termasuk pembakaran fasilitas publik dan penyerangan kantor pemerintahan, memperlihatkan meluasnya ketidakpuasan masyarakat. Aksi tersebut juga menjadi gambaran rapuhnya kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Bagi aliansi KERAMAT, kondisi ini tidak bisa dianggap sebagai gejala spontan, melainkan konsekuensi dari kegagalan pemerintah dan lembaga politik menjaga stabilitas sosial.
“Situasi kacau hari ini itu akibat tindakan DPR dan diperparah brutalitas aparat. Ini bukan kesalahan rakyat yang menyuarakan pendapatnya, tapi kegagalan mereka yang berkuasa dalam mengelola bangsa,” kata Leksan.