Oleh: Andre Vincent Wenas
Jakarta, Tribun Garda IKN.com – Kasus Harun Masiku di ranah politik nasional membuka tabir kelam praktik politik kotor yang selama ini bersembunyi di balik layar. Transaksi-transaksi kekuasaan yang melibatkan aktor besar terjadi di ruang gelap, bahkan di basement parkiran kantor partai besar yang mengklaim sebagai pembela rakyat kecil. Ironi ini tak hanya terjadi di pusat kekuasaan, tetapi juga menjalar hingga ke daerah, mencemari demokrasi lokal.
Di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, cerita serupa muncul. Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada di dua TPS kecil memunculkan dugaan praktik politik uang yang sangat mencolok. Uang tunai hingga Rp 16 juta per pemilih ditawarkan untuk memilih pasangan calon tertentu. Apakah ini demokrasi yang jujur dan adil? Tentu tidak.
Mahkamah Konstitusi mencatat bahwa pasangan calon Nomor Urut 02, Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Sastra Jaya, diduga terlibat kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Bukti berupa operasi tangkap tangan oleh aparat gabungan serta putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman kepada anggota tim pemenangan mereka menguatkan tuduhan tersebut.
Model pembagian uang dilakukan dalam beberapa tahap, mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 10 juta, bahkan ada pemilih yang menerima hingga Rp 25 juta. Hasilnya, selisih suara pasangan tersebut melonjak drastis di TPS yang menjadi lokasi PSU. Langkah “investasi politik” ini menunjukkan bagaimana politik uang menjadi strategi untuk memanipulasi demokrasi.
Pasangan calon Nomor Urut 01, Gogo Purman Jaya dan Hendro Nakalelo, yang menjadi pesaing mereka, tidak tinggal diam. Dengan membawa bukti ke Mahkamah Konstitusi, mereka berupaya agar kemenangan hasil kecurangan ini dianulir. Gugatan mereka menunjukkan bahwa perjuangan melawan praktik kotor dalam demokrasi tidak boleh berhenti.
Kasus ini bukan hanya cerita lokal. Ini adalah refleksi dari perjalanan demokrasi Indonesia yang masih penuh tantangan. Politik uang menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk menciptakan sistem politik yang bersih dan bermartabat adalah tugas kita bersama.
Mengutip Kitab Ulangan: “Janganlah engkau memutarbalikkan keadilan, janganlah engkau memandang muka, dan janganlah engkau menerima suap, karena suap dapat membutakan mata orang-orang bijak dan merusakkan perkara orang-orang yang benar.”
Mari kita kawal perjalanan kasus ini. Sebuah ujian demokrasi sedang berlangsung – di Barito Utara, di panggung nasional, dan dalam hati nurani kita semua.
Jakarta, Minggu 4 Mei 2025
Andre Vincent Wenas, MM, MBA
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta
Editor: Jhn (Red)